Ahli Waris Oppung Barita Raja Desak Pemerintah Batalkan HGU PT BSP dan Kembalikan Tanah Warisan 300 Hektar

Selasa, 29 Juli 2025

Asahan (Sumut), LPC 

Persoalan ketimpangan agraria kembali mencuat secara serius di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Keluarga besar ahli waris Oppung Barita Radja dari Desa Padang Sari mendesak pemerintah untuk segera membatalkan Hak Guna Usaha (HGU) PT Bakrie Sumatera Plantations (BSP) atas lahan seluas sekitar 300 hektar yang diduga kuat dikuasai tanpa dasar hukum yang sah.

Lahan tersebut berada di wilayah Desa Pandang Sari, Kecamatan Tinggi Raja, dan telah menjadi milik turun-temurun keluarga Oppung Barita Raja sejak tahun 1924. Fakta historis ini diperkuat oleh dokumen resmi era kolonial Belanda, termasuk pengakuan tertulis dari PT Hapm—pendahulu yang pada 2 Agustus 1934 menyatakan telah merusak dan menggarap ladang milik alm. Barita Raja dan Taing Matoelang.

“Pengakuan PT Hapam pada masa itu diikuti oleh keputusan resmi kerapatan adat dan administrasi Kisaran yang memerintahkan penghentian seluruh aktivitas perusahaan. Namun ironisnya, pasca-kemerdekaan, perusahaan ini terus beroperasi di atas lahan warisan tersebut, tanpa pernah menyelesaikan masalah hukum dan adat,” ujar Azri Lubis dari Lembaga Adat Desa Padang Sari.

Tarombo (silsilah) keluarga Terusan Manurung yang telah diperkuat oleh Kesultanan Asahan pada 1924 dan 1929 juga mencantumkan nama-nama ahli waris yang sah. Dengan demikian, tidak ada ruang keraguan terkait kepemilikan asli atas tanah tersebut.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan pada Selasa, 29 Juli 2025 di DPRD Kabupaten Asahan, para ahli waris secara tegas menolak dan menuntut pembatalan HGU PT BSP, karena dianggap berdiri di atas perampasan hak historis dan adat masyarakat lokal. RDP ini dipimpin oleh Ketua Komisi A DPRD Asahan, Azmi Hardiansyah Fitra, SH, M.Kn, didampingi Wakil Ketua Renol Sinaga, SP, dan anggota Komisi A Drs. H. Mansur Marpaung, MM.

Rapat tersebut dihadiri oleh perwakilan PT BSP, Lembaga Adat Desa Padang Sari, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP), Dinas PUPR, Kabag Hukum, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepala KVH III, Sekretaris Camat Tinggi Raja, Kepala Desa Padang Sari (yang juga merupakan ahli waris), serta perwakilan ahli waris dari keluarga Sinurat.

Semua pihak dan instansi yang hadir menyatakan menghormati dan mengakui klaim yang diajukan ahli waris dan Lembaga Adat, serta mendukung penyelesaian menyeluruh berdasarkan keadilan dan sejarah.

Dalam pernyataan resmi, Ketua Komisi A menegaskan bahwa Komisi akan merekomendasikan peninjauan ulang dan pembatalan HGU PT BSP, terutama di kawasan Kwala Piasa Estate. Ia juga menekankan bahwa musyawarah hanya mungkin dilakukan bila perusahaan menunjukkan itikad baik untuk menghentikan penguasaan ilegal atas tanah milik masyarakat adat.

Kasus ini mencerminkan arogansi korporasi terhadap hak-hak masyarakat adat dan menjadi bukti lemahnya pengawasan negara terhadap praktik agraria yang timpang. Pemerintah daerah maupun pusat dituntut bersikap tegas, tidak hanya dengan menolak perpanjangan HGU, tetapi dengan segera mencabut izin HGU PT BSP dan mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dirampas selama puluhan tahun.

Ahli waris dan Lembaga Adat Desa Padang Sari menyatakan bahwa perjuangan mereka adalah upaya mengembalikan kebenaran sejarah dan martabat yang selama ini diabaikan. “Ini bukan hanya soal tanah, ini tentang hak, identitas, dan keadilan. Dan kami tidak akan berhenti sampai hak kami dikembalikan sepenuhnya,” tegas Azri Lubis.***