Kota Dumai, Lineperistiwa.com
Perkara korupsi yang menimpa mantan Walikota Dumai Zulkifli AS alias Zulkifli Adnan Singkah mulai di sidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekan Baru hari Kamis (01/04/2021).
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekan Baru yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi atas nama Zulkifli AS ini digelar secara virtual melalui video teleconference sebagaimana dilansir kabarriau.com yang dihadiri Jaksa Penuntut Umum Rikhi Benindo Maghaz dari KPK RI (Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia).
Berdasarkan informasi yang dirangkum, Jaksa Penuntut Umum KPK RI dalam agenda sidang pembacaan surat dakwaan menyebutkan bahwa terdakwa Zulkifli AS melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut dengan memberi sesuatu berupa uang sebesar Rp 550.000.000,00 (lima ratus lima puluh juta rupiah) dan SGD 35,000 (tiga puluh lima ribu dolar Singapura) kepada Yaya Purnomo selaku Kasi (Kepala Seksi) Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah dibawah Dirjen (Direktorat Jenderal) Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan Rifa Surya selaku Kasi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Fisik II, Subdirektorat Dana Alokasi Khusus Fisik II dan Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus Non Fisik.
Selain memberi suap, terdakwa Zulkifli AS juga telah melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan dengan menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 3.940.203.152,00 (tiga miliar sembilan ratus empat puluh juta dua ratus tiga seratus lima puluh dua rupiah) yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku Walikota Dumai tahun 2016 sampai dengan tahun 2021 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131.14-631 tahun 2016 tanggal 12 Februari 2016.
Diketahui, terdakwa Zulkifli AS menerima gratifikasi berupa uang dan fasilitas penginapan sejumlah Rp 3.940.203.152,00 (tiga miliar sembilan ratus empat puluh juta dua ratus tiga seratus lima puluh dua rupiah) secara bertahap dari Yudi Antonoval, Rahmayani, Muhammad Indrawan, Hermanto, Yuhardi Manaf, Nanang Wisnubroto dan Hendri Sandra yang digunakan terdakwa untuk berbagai macam keperluan seperti untuk kepentingan pembangunan rumah terdakwa yang beralamat di jalan Bundo Kandung Kota Pekanbaru, pembelian tanah jalan HM Sidik kelurahan Pelintung, penyertaan modal usaha anak terdakwa dan untuk kelancaran Haslinar (istri terdakwa) dalam mengikuti Pemilihan Legislatif Tahun 2019.
Tidak hanya itu saja, penerimaan gratifikasi berupa uang dan fasilitas penginapan sejumlah Rp 3.940.203.152,00 (tiga miliar sembilan ratus empat puluh juta dua ratus tiga seratus lima puluh dua rupiah) itu juga diberikan terdakwa kepada Faisal, Imam Suhadak, Mashudi, Yeyen Melda Zulaif, Syamsidar, Mohamad Ilham, Risky Ishary, Nelson Hamonangan, Yuhardi Manaf, Ermansyah (LSM), Nurul Afridha Aziz, Media Riau Pesisir, Very Agustian, Mimi Gusneti, Rio Kusuma, Suparno, PT Mitra Mulia Sentosa, Yuli Purwanto, Muhammad Arif Sulaiman, Syafitri Syafei, Hasanal Bulkiah dan Muhammad Rafee.
Sejak terdakwa Zulkifli AS menerima uang dan fasilitas penginapan sejumlah Rp 3.940.203.152,00 (tiga miliar sembilan ratus lima puluh juta dua ratus tiga seratus lima puluh dua rupiah) dari Yudi Antonoval, Rahmayani, Muhammad Indrawan, Hermanto, Yuhardi Manaf, Nanang Wisnubroto dan Hendri Sandra, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK RI dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dipersyaratkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Padahal, penerimaan-penerimaan itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum dan perbuatan terdakwa haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas terdakwa selaku penyelenggara negara yaitu sebagai Walikota Dumai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta Pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015.