Bintan (Kepri), Lineperistiwa.com
Rapat kerja Komisi IV DPR RI bersama Menteri Pertanian beserta jajaran yang membahas tentang Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), pada Senin, 23 Mei 2022 kemarin, di Jakarta menghasilkan rekomendasi, salahsatunya adalah meminta agar penanganan PMK menggunakan dana tanggap darurat. Hal ini mengingat, PMK merupakan sebuah Wabah yang bukan hanya mengancam ketahanan pangan nasional, tetapi juga mengancam perekonomian masyarakat.
Sejak ditetapkan menjadi wabah (Re-Emerging Disease) di Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 403/KPTS/PK.300/M/05/2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disesase) pada Beberapa Kabupaten di Provinsi Jawa Timur dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 404/KPTS/PK.300/M/05/2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disesase) di Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh tanggal 9 Mei 2022, hingga kini penularan PMK semakin meluas.
Data per 22 Mei 2022, PMK telah menyerang di 16 Provinsi dan 82 Kabupaten/kota dengan populasi Hewan ternak yang terdampak sebanyak 5.454.454 ekor.
Menanggapi hal ini, Dokter Hewan Berwenang Kabupaten Bintan, drh. Iwan Berri Prima saat di konfirmasi di kantor dinas ketahanan pangan dan pertanian, km18 kijang,bintan,beliau menyampaikan pekerjaan berat ini harus diselesaikan secara bersama. Kementerian Pertanian sebagai leading sektor kesehatan hewan nasional harus kita dukung.
Sementara itu, Kementerian Pertanian juga kita dorong untuk membentuk Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan (Ditjen Keswan)sendiri. Tujuannya adalah agar urusan kesehatan hewan, terutama PMK dapat diatasi secara optimal. Bahkan, upaya ini juga diharapkan mampu membantu Menteri Pertanian dalam mengatasi persoalan penyakit hewan yang akhir- akhir semakin bertambah. Seperti ASF pada hewan ternak Babi, LSD pada hewan ternak Sapi dan lain sebagainya.selasa 24/05/2022
Selanjutnya, Menurut Berri, sapaan drh. Iwan Berri Prima, yang juga mantan Ketua Umum PB IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia), berdirinya Ditjen Keswan sebagai institusi setara eselon 1 di bawah lingkup Kementerian Pertanian juga dapat menjadi representasi negara, bahwa negara hadir dan sangat peduli dan serius terhadap persoalan kesehatan hewan.
“Sehingga benar apa yang disampaikan oleh H. Dedi Mulyadi, Anggota Komisi IV DPR RI dalam Rapat Kerja kemarin, bahwa struktur kelembagaan kesehatan hewan dari pusat hingga daerah menjadi salah satu pendukung keberhasilan penanggulangan PMK. Namun sayangnya, karena di daerah urusan kesehatan hewan bukan urusan wajib, maka tenaga keswan dan strukturnya banyak yang tidak jelas. Bahkan, banyak daerah yang tidak memiliki dokter hewan berwenang” ungkap drh. Iwan Berri Prima.
*Tenaga Kesehatan Hewan Sebagai Garda Terdepan*
Layaknya sebuah pertempuran, melawan PMK selain memerlukan dana ( anggaran), juga membutuhkan tenaga kesehatan hewan yang memadai. Tenaga kesehatan hewan adalah orang yang menjalankan aktivitas di bidang kesehatan hewan berdasarkan kompetensi dan kewenangan medik veteriner yang hierarkis sesuai dengan pendidikan formal dan/atau pelatihan kesehatan hewan bersertifikat.
Secara umum, tenaga kesehatan hewan terdiri atas dua tenaga, yakni tenaga medik veteriner (yang terdiri dari dokter hewan dan dokter hewan spesialis) dan tenaga paramedis veteriner (yang di dalamnya termasuk Asisten Teknis Reproduksi, Inseminator dan Pemeriksa Kebuntingan (PKb)) .
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dalam menjalankan urusannya, tenaga kesehatan hewan wajib mematuhi kode etik dan memegang teguh sumpah atau janji profesinya.
Dengan demikian, apa yang telah dilakukan Kementan dengan membuka pelatihan teknis kesehatan hewan sebagai upaya mengatasi PMK, patut diberikan apresiasi. Kedepan, Kementan juga selayaknya membuka penerimaan relawan yang dapat membantu teknis pelaksanaan vaksinasi massal pada hewan ternak. Tentunya, dengan syarat latar belakang pendidikan formal kesehatan hewan. Bukan terbuka dari masyarakat umum. Inipun, wajib memiliki dokter hewan penanggungjawab sebagai penyelia dalam pelaksanaannya” jelas drh. Iwan Berri Prima.***Sudarno