Pakar Lingkungan Bersama HMI Bahas Konflik Lahan Antara Masyarakat Simpang Raya Dan PT Wanasari Dalam Seminar

Jumat, 17 Desember 2021

 

Kuansing (Riau), Lineperistiwa.com

Persoalan lahan yang terjadi antara PT. Wanasari dengan Masyarakat desa Simpang Raya Kabupaten Kuantan Singingi yang di mediasi oleh Pakar Lingkungan Provinsi Riau Dr Elviriadi Spi  Msi  dibahas dalam  Seminar HMI pada hari Rabu (15/12/2021) sore di cafe Tepi Sawah Taluk Kuantan.

Selain Dr Ellviriadi, acara tersebut juga dihadiri Kapolres Kuansing yang diwakili Kanit PPA, Kajari Kuansing diwakili Kasi Pidum, Ketua dan Pengurus LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Kuansing, Kabid Humas LPK Provinsi Riau Yusrizal Yahya dan puluhan Mahasiswa yang tergabung dalam HMI (Himpunan Mahasiswa islam Indonesia).

Seminar yang diangkat dengan tema "Konflik Agraria di Kuansing dan Solusi", dengan nara sumber sebanyak tiga orang yakni Pakar Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Kajari Kuansing, Kapolres dan salah seorang anggota DPRD Kuansing.

Dr Elviriadi Spi, Msi sebagai narasumber dalam pemaparannya menyampaikan bahwa saat ini cukup banyak persoalan-persoalan yang terjadi dengan masyarakat Kuansing. Namun di dominasi dengan masalah konflik lahan perkebunan antara masyarakat dengan  perusahaan.

"Hampir seluruh masyarakat di setiap kabupaten/ kota di Riau konflik masalah lahan dengan perusahaan ini salah satu pertanda bahwa pemerintah tidak peduli dengan nasib masyarakatnya", terang Elviriadi.

Dr Elviriadi yang dikenal vokal ini juga menyampaikan kalau kedepannya pemerintah lebih mencintai  perusahaan dari pada rakyatnya maka tunggulah kehancuran akan datang terutama sekali di desa yang jauh dari kota yang kurang termonitor.

Pada kesempatan itu Elviriadi membeberkan kepada peserta seminar yakni terkait dengan PT Wanasari yang sedang mengeksekusi lahan perkebunan sawit warga Simpang Raya.

Pada kesempatan itu juga Dr Elviriadi yang kerap jadi saksi ahli di pengadilan itu, setelah mengutarakan kronologis kejadian beliau berpendapat putusan Mahkamah Agung harus ditafsirkan secara objektif dan ilmiah.

"Luas lahan HGU PT Wanasari yang dimaksud dalam Putusan itu yang mana ?...Berapa luas yang boleh dieksekusi. Berapa yang masih harus memenuhi syarat HGU yang sah sesuai Undang-Undang nomor 40 tahun 1996", tanya Elviriadi.

Kemudian, ijin HGU yang ditelantarkan sejak 1997 sampai lebih sepuluh tahun itu kan tidak sah. Lahan kembali ke negara. Mengapa belakangan di "hidup" kan kembali oleh BPN. Inikan mal adminstrasi yang memicu konflik agraria dan korban masyarakat, ungkap Elviriadi yang didampingi ouluhan Mahasiswa yang tergabung didalam HMI kabupaten Kuansung.

Elviriadi yang juga

Sebagai Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI Elviriadi meminta agar PT Wanasari dan pihak eksekutor menyebut lokasi eksekusi selaras dengan hukum acara perdata.

"Jadi jangan sampai  nomenklatur dan hukum acara perdata tidak terpenuhi. Jika lahan masyarakat masih bersertifikat, perusahaan tidak bisa langsung eksekusi. Harus ikuti Undang-Undang nomor 40 tahun 2006 tentang HGU yakni melakukan pelepasan hak. Jika belum digugurkan SHM Warga, maka hal itu bisa menimbulkan persoalan baru yaitu Pidana Pengrusakan tanaman sawit warga yang memiliki yang dikeluarkan oleh BPN," tambahnya.

Sementara itu, puluhan anggota HMI Kabupaten Kuansing berjanji akan mendukung penuh seniornya Elviriadi yang telah berkontribusi secara hukum lingkungan terhadap persoalan lahan antara PT Wanasari dengan masyarakat desa Simpang Raya.

"HMI siap membantu didalam memperjuangkan hak-hak masyarakat yang di tindas oleh perusahaan", tandas  Novri salah seorang aktivis HMI. (yus/***LPC)